Definisi Inflasi
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang dan
jasa secara umum dan terus menerus selama waktu tertentu . Menurut para
pakar beberapa pengertian mengenai inflasi:
1.
Menurut Nopirin (1987:25)
Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus
selama peride tertentu.
2.
Menurut Samuelson dan Nordhaus
(1998: 578-603)
Inflasi dinyatakan sebagai kenaikan harga secara umum. Jadi tingkat
inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum yang dapat dinyatakan dengan
rumus sebagai berikut:
Rate of inflation (year t) = Price
level (year t)- price level (year t-l) :Price level (year t-l)
Komponen Inflasi
Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar
dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2001:203)
1.
Kenaikan harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi darpada
harga periode sebelumnya.
2.
Bersifat umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika
kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik.
3.
Berlangsung terus menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi,
jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang
waktu minimal bulanan
Tingkat Inflasi
Kondisi inflasi
menurut Samuelson (1998:581), berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi tiga
bagian yaitu:
1.
Merayap (Creeping Inflation)
Laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun), kenaikan harga
berjalan lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang
relatif lama.
2.
Inflasi menengah (Galloping Inflation)
Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang
berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang
arrinya harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi dari minggu/bulan lalu dan
seterusnya.
3.
Inflasi Tinggi (Hyper Inflation)
Inflasi yang paling parah dengan dtandai dengan kenaikan harga sampai 5
atau 6 kali dan nilai uang merosot dengan tajam. Biasanya keadaan ini timbul
apabila pemerintah mengalami defisit
anggaran belanja.
Faktor - faktor yang mempengaruhi Inflasi
Menurut Samuelson dan
Nordhaus, ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi:
a)
DemandPull
Inflation
Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih
cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke atas
untuk menyeimbangkan penawaran dan pennintaan agregat.
b)
Cost Push
Inflation or Supply Shock Inflation
Inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan biaya
selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang
efektif.
Sedangkan
faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh
Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh :
a)
Domestic
Inflation
Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan
oleh kenaikan harga barang secara
umum di dalam negeri.
b)
Imported Inflation
Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan
oleh kenaikan harga-harga barang
import secara umum
Inflasi
dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Sebagai
gejala historis maka tingkat inflasi di Indonesia lebih tinggi daripada di
negara tetangga ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Mengapa? Dan Apakah
ini menguntungkan kehidupan serta pembangunan ekonomi? Pada umumnya
tidak. Kinerja ekonomi dan laju pertumbuhan PDB di Thailand dan Malaysia
lebih tinggi daripada di Indonesia. Di Asia Tenggara Indonesia lebih
mirip Filipina. Inflasi di Filipina juga lebih tinggi (sedikit) daripada
di Thailand dan Malaysia, dan laju pertumbuhan ekonomi Filipina juga di bawah
Thailand dan Malaysia.
Kinerja
ekonomi mana lebih baik, di Indonesia atau di Filipina? Ini agak susah
dijawab. Mungkin Filipina lebih baik sedikit. Filipina sesudah
perang dunia kedua sudah mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi
daripada kebanyakan negara ASEAN, akan tetapi sesudah itu di lampaui oleh
Thailand dan Malaysia. Sekarang pendapatan orang di Filipina mungkin
masih lebih tinggi sedikit daripada di Indonesia, akan tetapi perbedaannya
tidak banyak. Filipina sering disebut “the sick man of Asia”, dan akar
penyakitnya ada di struktur sosialnya. Tetapi struktur sosial di
Indonesia lain daripada di Filipina, yang dikuasai oleh sekelompok tuan tanah
yang besar, antara lain keluarga Presiden.
Mungkin
kelebihan di Malaysia dan Thailand (dibandingkan Indonesia) adalah peran unsur
penduduk Tionghoanya di perekonomiannya lebih besar. Di Indonesia
penduduk etnis Tionghoa juga menguasai ekonomi tetapi tidak punya pengaruh
politik. Di Indonesia politik ada di tangan penduduk golongan pribumi
yang mayoritas. Mungkin perbedaan ini menyebabkan kualitas politik
ekonomi di Indonesia lain daripada di Thailand dan Malaysia. Maka mungkin juga
akar inflasi yangtinggi ada di keadaan sosial-politik ini.
Golongan pribumi adalah mayoritas akan
tetapi yang berpendapatannya lebih rendah, Salah suatu ciri orang miskin
adalah punya nafsu mengkonsumsi lebih banyak dibandingkan pendapatan
riilnya. Kalau masyarakat mau mengeluarkan uang lebih banyak daripada
nilai produksinya maka harga-harga akan naik. Inilah sumber inflasi di
Indonesia.
Inflasi di Indonesia di zaman Suharto
pun lebih tinggi daripada di Malaysia dan Thailand, walaupun tingkat inflasi di
zaman Suharto sudah jauh lebih rendah daripada di zaman Bung Karno. Itu
akibat perubahan policy dari team ekonomi yang dikendalikan oleh Prof. Widjojo
dan Ali Wardhana. Mereka berhasil mengurangi inflasi yang sebelumnya
ratusan persen setahun dan merupakan runaway inflation.
Senjatanmya adalah balanced budget, anggaran pemerintah yang berimbang.
Rumus ini cukup berhasil.
Di zaman Orde Baru itu maka belum ada
ketentuan bahwa Bank Indonesia mempunyai misi utama menjaga nilai rupiah, alias
pengekangan inflasi. Baru setelah Reformasi tahun 1998 ketentuan demikian
dituangkan dalam undang-undang yang menjaga independensi Bank Indonesia sebagai
bank sentral. Ini banyak membantu
untuk mengurangi inflasi.
Apakah lalu kebijakan anggaran belanja pemerintah menjadi sumber inflasi?
In prinsip, tidak. Karena prinsip anggaran belanja yang berimbang masih
dipertahankan. Akan tetapi, dalam praktek ini belum merupakan jaminan.
APBN yang meningkat, walaupun tetap berimbang, dampaknya inflator. Prinsip
anggaran berimbang tidak boleh dipegang terlalu kaku. Misalnya, akhir tahun
2005 ada kelebihan penerimaan besar karena sebagian subsidi BBM dihapus.
Jumlah ini lalu “dipaksakan” menjadi pengeluaran pemerintah atas nama anggaran
yang berimbang. Policy demikian ikut meniup inflasi. Sebetulnya
anggaran belanja pemerintah harus diperbolehkan mengumpulkan surplus yang
dampaknya akan deflator.
Akan tetapi, selalu ada tekanan dari
masyarakat agar pemerintah mengeluarkan uang lebih banyak untuk pembangunan,
atau untuk membantu sektor pendidikan dan kesehatan. Di sinilah
pemerintah terjebak “gejala orang miskin” yang selalu mau hidup di atas
kemampuan penghasilannya.
Idée fix
masyarakat adalah kalau pemerintah meningkatkan pengeluaranya untuk pembangunan
maka laju pertumbuhan ekonomi akan naik. Ini salah pikir. Yang lebih
menentukan tingkat laju pertumbuhan ekonomi adalah total investasi di
masyarakat, termasuk dari swasta dalam dan luar negeri. Jumlah ini tidak akan
optimal kalau iklim moneternya serba inflator, yang mengganggu stabilitas
ekonomi dan menambah resiko.
Kemakmuran yang dibawa oleh inflasi
adalah semu. Orang merasa lebih kaya oleh karena pegang uang lebih
banyak. Akan tetapi nilai uang merosot sehingga akhirnya orang atau
masyarakat itu menjadi lebih miskin.
Inflasi Indonesia Bergerak Naik
Laju inflasi tahun depan akan meningkat karena
dorongan inflasi mulai makin meninggi dalam beberapa tahun terakhir akibat
penyesuaian terhadap "administered prices". Gubernur Bank Indonesia
(BI) Darmin Nasution menyatakan prediksinya dalam asumsi makro ekonomi RAPBN 2011.(05/10)
Harga yang ditetapkan pemerintah (administered price) yang dimaksud antara lain
faktor tarif dasar liistrik dan tarif tol maupun sektor jasa lainnya. Dengan
adanya kondisi ini BI sebagai badan moneter tetap berusaha menjaga laju inflasi
dengan mengusahakan uang beredar tidak terlalu banyak hingga mengubah
kebijakan dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM).
Kebijakan menaikkan gira wajib minimum akan menurunkan jumlah uang beredar
sehingga meredam inflasi. Selain itu, BI juga tetap mempertahankan suku bunga
acuan (BI Rate) tetap berada
pada angka 6.5 persen.
Pernyataan yang mendukung juga diungkapkan oleh
kepala BPS Rueman Heriawan. Dikatakannya bahwa laju inflasi sebesar 2.78 persen
pada 2008 sulit dicapai kembali, karena angka inflasi tersebut terbantu oleh
adanya krisis global. Berdasarkan pengalaman dalam sepuluh tahun terakhir,
apabila pertumbuhan ekonomi ditargetkan diatas enam persen, maka laju inflasi
tidak mencapai angka dibawah lima persen.
Pemerintah dalam RAPBN 2011 menetapkan asumsi
pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, nilai tukar Rp9.300 per dolar AS, inflasi 5,3
persen, suku bunga SBI tiga bulan 6,5 persen, harga minyak 80 dolar AS per
barel, dan lifting 0,970 juta liter per hari.
Inflasi
September Capai 0.44 Persen
Inflasi bulan September 2010 mencapai 0.44
persen yang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi sandang
bersamaan dengan Idul Fitri.
Dengan demikian inflasi tahun kalender selama Januari
hingga September sebesar 5.28 persen, sedangkan inflasi (yoy) dibandingkan
tahun lalu sebesar 5.08 persen.
Data Inflasi Indonesia 2010
Pada bulan Mei 2010 terjadi inflasi sebesar
0,29 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 118,71. Dari 66 kota, 58
kota mengalami inflasi dan 8 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi
di Maumere 1,51 persen dengan IHK 130,75 dan terendah terjadi di Jambi 0,01
persen dengan IHK 119,33. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Manokwari 1,61
persen dengan IHK 131,87 dan terendah terjadi di Banda Aceh dan Ambon
masing-masing 0,07 persen dengan IHK masing-masing 117,36 dan 120,52.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga
yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan 0,49 persen;
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,34 persen; kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,09 persen; kelompok sandang 1,19
persen; kelompok kesehatan 0,11 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan
olahraga 0,02 persen dan kelompok
transpor, komunikasi & jasa keuangan 0,02 persen. Laju inflasi tahun
kalender (Januari-Mei) 2010 sebesar 1,44 persen dan laju inflasi year on year
(Mei 2010 terhadap Mei 2009) sebesar 4,16 persen.
Komponen inti pada bulan Mei 2010 mengalami
inflasi sebesar 0,25 persen, laju inflasi komponen inti tahun kalender
(Januari-Mei) 2010 sebesar 1,23 persen dan laju inflasi komponen inti year on
year (Mei 2010 terhadap Mei 2009) sebesar 3,81 persen.
Inflasi
2011 Bakal Membengkak
BANDUNG - Bank Indonesia (BI) menilai tingkat
inflasi pada 2011 akan lebih besar daripada yang telah diperkirakan semula.
Dalam RAPBN 2011, BI mengasumsikan tingkat inflasinya mencapai 5,3 persen.
"Kalau berdasarkan asumsi makro,
tekanan inflasi akan cenderung lebih tinggi sedikit dari RAPBN 2011,"
ungkap Gubernur BI Darmin Nasution selepas acara Upacara Pelantikan dan Serah
Terima Jabatan Pemimpin Bank Indonesia Bandung, di Kantor Bank Indonesia
Bandung, Jalan Braga Bandung, Rabu (27/10/2010).
Darmin menganggap tantangan inflasi di
tahun depan tidak kecil. Masih ada potensi tekanan harga dari komoditas pangan
dan beberapa negara memberlakukan pembatasan ekspor beberapa jenis pangan.
Misalnya Rusia dan Ukraina yang membatasi ekspor gandum.
Kemudian, ketidakjelasan musim juga
akan membuat harga bumbu-bumbuan melonjak. Belum lagi dengan rencana kenaikan
tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15 persen yang akan diterapkan pemerintah.
Begitu juga dengan isu adanya kenaikan gas.
"Tapi inflasi sebesar 5,3 persen
belum menghitung administered price. Sehingga diperkirakan akan lebih tinggi
lagi," jelasnya.
Meski belum mengungkapkan nilai
prediksi pasti tentang tingkat inflasi 2011, Darmin menjelaskan tingkat
inflasinya akan dijaga di level 5 plus minus satu persen. "Kemungkinan di
bawah enam persen dan di atas 5,3 persen," tutupnya.
Indonesia Rentan Inflasi
Indonesia sangat rentan dengan inflasi. Ada
banyak faktor yang menyebabkan tingginya tingkat inflasi ini. Sumber
penyebabnya bisa berasal dari sisi pemerintah, sisi penawaran, hingga dari sisi
permasalahan struktur pasar perekonomian.
“(Karenanya) perlu ada sinergi kebijakan yang
komperhensif untuk mengendalikan inflasi ini. Sinergitas tersebut harus
meliputi kebijakan ekonomi makro dan mikro, kebijakan moneter, keuangan negara
(fiskal) serta kebijakan sektoral dan kewilayahan,” kata Gubernur Bank
Indonesia (BI), Darmin Nasution, saat Rapat Kerja dengan Komisi XI dengan
agenda pembahasan asumsi Makro dalam RUU APBN 2011.
Sejak tahun 2005, sebut Darmin Bank
Indonesia bersama pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi (TPI). Tim yang beranggotakan BI, Kemenkeu,
Menkoperekonomian, Bapennas, Kemendag, Kementan, Kemenhub, KemenESDM, dan
Kemenakertrans itu sebagai upaya koordinatif yang dilakukan untuk meningkatkan
efektifitas dalam mengendalikan inflasi. Di level teknis, TPI melakukan
pertemuan rutin bulanan dengan agenda melakukan pembahasan terhadap hasil
monitoring perkembangan inflasi dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya.
"Jika penyebabnya terkait dengan
masalah moneter, maka respon kebijakan moneter oleh BI. Atau jika penyebab
inflasi dari faktor di luar maka respon kebijakan tentunya memerlukan dukungan
dari pemerintah," sebutnya.
Tidak saja di tingkatan pusat,
pemerintah daerah juga ikut dilibatkan. koordinasi dan sinergi kebijakan dengan
daerah perlu ada karena inflasi daerah punya peran strategis terhadap inflasi
nasional. Misalnya tercermin pada besarnya bobot sumbangan inflasi daerah (di
luar DKI Jakarta) yang mencapai sekitar 77 persen dari bobot inflasi daerah.
Upaya menurunkan ekspektasi inflasi
masyarakat tidak bisa diatasi hanya dengan kebijakan moneter BI. Tetapi juga
terkait dengan keberhasilan menjaga kestabilan harga. “Kewenangan kebijakan
moneter yang dapat ditempuh BI lebih terkait dalam upaya mengendalikan tekanan
yang berasal dari sisi permintaan (demand management) saja.