Pasar modal syariah secara resmi
diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU
antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN
– MUI).
Walaupun secara resmi diluncurkan pada
tahun 2003, namun instrumen pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada
tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli
1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia
berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta
Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor
yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut,
maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana
berivestasi dengan penerapan prinsip syariah.
Perkembangan selanjutnya, instrumen
investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi
Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan
obligasi syariah pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah
lainnya. Pada tahun 2004, terbit untuk pertama kali obligasi syariah dengan
akad sewa atau dikenal dengan obligasi syariah Ijarah.
Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul
instrumen baru yaitu Reksa Dana Indeks dimana indeks yang dijadikan sebagai
underlying adalah Indeks JII.
Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga yang
merepresentasikan penyertaan modal kedalam suatu perusahaan. Sementara dalam
prinsip syariah, penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang
tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba,
memproduksi barang yang diharamkan seperti bir, dan lain-lain.
Di Indonesia, prinsip-prinsip
penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah
maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi
prinsip-prinisp syariah. Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat
Jakarta Islamic Indeks (JII) yang merupakan 30 saham yang memenuhi criteria
syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Indeks JII dipersiapkan
oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan PT Danareksa Invesment
Management (DIM).
Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk
digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi
pada saham dengan basis syariah. Melalui index ini diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti
secara syariah.
Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 jenis saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan Syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Invesment Management.
Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 jenis saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan Syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Invesment Management.
Saham-saham yang masuk dalam Indeks
Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah
seperti:
- Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
- Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
Selain kriteria diatas, dalam proses
pemilihan saham yang masuk JII Bursa Efek Indonesia melakukan tahap-tahap
pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan
emiten, yaitu:
- Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar).
- Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang meiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.
- Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.
- Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.
Pengkajian ulang akan dilakukan 6 bulan
sekali dengan penentuan komponen index pada awal bulan Januari dan Juli setiap
tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara
terus menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.
Obligasi Syariah
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang
Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
Tidak semua emiten dapat menerbitkan
obligasi syariah. Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, beberapa persyaratan
berikut harus dipenuhi:
- Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tsb menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yg bertentangan dengan syariah Islam diantaranya: (i) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (ii) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (iii) usaha yg memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (iv) usaha yg memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang2 ataupun jasa yg merusak moral dan bersifat mudarat.
- Peringkat investment grade: (i) memiliki fundamental usaha yg kuat; (ii) memiliki fundamental keuangan yg kuat; (iii) memiliki citra yg baik bagi publik.
- Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen JII.
Di Indonesia terdapat 2 skema obligasi
syariah yaitu obligasi syariah mudharabah dan obligasi
Obligasi Syariah Mudharabah merupakan
obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga
pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah
mengetahui pendapatan emiten.
Obligasi Syariah Ijarah merupakan
obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee
ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi
diterbitkan.
Reksa Dana Syariah
Reksa Dana Syariah merupakan Reksa Dana
yang mengalokasikan seluruh dana/portofolio kedalam instrument syariah seperti
saham-saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Indeks (JII), obligasi
syariah, dan berbagai instrument keuangan syariah lainnya.
Fatwa dan Peraturan Pasar Modal Syariah
Dalam
rangka pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia, DSN-MUI telah
menerbitkan fatwa-fatwa terkait pasar modal berbasis syariah, yaitu:
1.
No.05/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual Beli Saham;
2.
No.20/DSN-MUI/IX/2000
tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah;
3.
No.32/DSN-MUI/IX/2002
tentang Obligasi Syariah;
4.
No.33/DSN-MUI/IX/2002
tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
5.
No.40/DSN-MUI/IX/2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar
Modal;
6.
No.41/DSN-MUI/III/2004
tentang Obligasi Syariah Ijarah;
Sejalan
dengan langkah DSN-MUI, BAPEPAM-LK dalam Master Plan Pasar Modal Indonesia
2005-2009 menjadikan pengembangan pasar modal berbasis syariah sebagai salah
satu prioritas utama di dalam Master Plan.
Berdasarkan
Sasaran V, “Mengembangkan Pasar Modal Berbasis Syariah”, Master Plan Pasar
Modal Indonesia 2005-2009, BAPEPAM-LK menyiapkan dua strategi untuk
mengembangkan pasar modal berbasis syariah di Indonesia, yaitu:
a)
Strategi 5.1,
“Mengembangkan Kerangka Hukum untuk Memfasilitasi Pengembangan Pasar Modal
Berbasis Syariah”, yang diwujudkan dalam implementasi strategi:
1.
Mengatur penerapan prinsip
syariah di pasar modal (2006)
2.
Menyusun standar akuntansi
yang terkait dengan penerapan prinsip syariah
di pasar modal (2007)
di pasar modal (2007)
3.
Menyusun pola pemberdayaan
pelaku pasar (profesi ahli syariah pasar modal)
dalam rangka pengembangan pasar modal berbasis syariah (2009)
dalam rangka pengembangan pasar modal berbasis syariah (2009)
b)
Strategi 5.2, “Mendorong
Pengembangan Produk Berbasis Syariah”, yang diwujudkan dalam implementasi
strategi:
1.
Melakukan sosialisasi
penerapan prinsip syariah di pasar modal dalam rangka peningkatan pengetahuan
dan pemahaman pelaku pasar (2005-2009)
2.
Mengembangkan produk pasar
modal berbasis syariah yang telah ada (2006-2009)
3.
Menciptakan produk pasar
modal berbasis syariah yang baru (2006-2009)
4.
Melakukan kerjasama
pengkajian pengembangan produk pasar modal berbasis syariah antara regulator,
DSN-MUI, dan pelaku pasar (2006-2009)
Sesuai dengan Strategi 5.1, implementasi
strategi ”Mengatur penerapan prinsip syariah di pasar modal”, BAPEPAM-LK telah
menerbitkan dua peraturan terkait pasar modal berbasis syariah, yaitu
1.
Peraturan No. IX.A.13
tentang Penerbitan Efek Syariah, yang mengatur penerbitan efek syariah berupa:
a.
Saham
b.
Sukuk
c.
Reksa Dana Syariah
d.
Efek Beragun Aset Syariah
2.
Peraturan no. IX.A.14
tentang Akad-akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal,
yang mengatur tentang akad:
a.
Mudharabah
b.
Ijarah
c.
Kafalah
d.
Wakalah
Kemudian
terkait penyusunan standar akuntansi yang terkait dengan penerapan prinsip
syariah di pasar modal, pada tahun 2007 BAPEPAM-LK dhi. Tim Studi Standar
Akuntansi Syariah di Pasar Modal melakukan studi standar akuntansi syariah di
pasar modal Indonesia dan telah menyusun draft Peraturan Pedoman Penyajian dan
Pengungkapan Penerbitan Sukuk sebagai salah satu bahan masukan untuk menyusun
peraturan terkait perlakuan akuntansi penerbitan sukuk.
Selanjutnya, untuk mendorong pengembangan produk berbasis syariah di pasar modal terutama untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam berinvestasi, pada tanggal 30 Mei 2008 BAPEPAM-LK melalui Surat Keputusan Ketua BAPEPAM-LK Nomor 194/BL/2008 telah menerbitkan Daftar Efek Syariah (DES) periodik untuk ketiga kalinya. DES tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan Emiten dan Perusahaan Publik yang berakhir per 31 Desember 2007. Di samping penerbitan DES periodik tersebut, sejak awal tahun 2008, BAPEPAM-LK juga secara berkelanjutan menerbitkan DES insidentil terkait dengan Emiten yang melakukan Initial Public Offering (IPO) saham dan sukuk. Pada tahun 2008, telah terbit 19 kali penerbitan DES insidentil terkait dengan IPO Emiten.
Selanjutnya, untuk mendorong pengembangan produk berbasis syariah di pasar modal terutama untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam berinvestasi, pada tanggal 30 Mei 2008 BAPEPAM-LK melalui Surat Keputusan Ketua BAPEPAM-LK Nomor 194/BL/2008 telah menerbitkan Daftar Efek Syariah (DES) periodik untuk ketiga kalinya. DES tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan Emiten dan Perusahaan Publik yang berakhir per 31 Desember 2007. Di samping penerbitan DES periodik tersebut, sejak awal tahun 2008, BAPEPAM-LK juga secara berkelanjutan menerbitkan DES insidentil terkait dengan Emiten yang melakukan Initial Public Offering (IPO) saham dan sukuk. Pada tahun 2008, telah terbit 19 kali penerbitan DES insidentil terkait dengan IPO Emiten.
Langkah-langkah
yang diambil oleh BAPEPAM-LK dan DSN-MUI untuk mengembangkan pasar modal syariah
di Indonesia nampaknya sudah menunjukkan hasil. Berdasarkan siaran pers “31
Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia” oleh BAPEPAM-LK,
perkembangan produk syariah di pasar modal pada tahun 2008 (sampai dengan bulan
Agustus 2008) menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun 2007.
Sejak awal tahun 2008 sampai dengan awal Agutus tahun 2008 terdapat 6 (enam)
Emiten yang memperoleh Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK untuk menawarkan
Sukuk dengan total nilai emisi sebesar Rp 1,69 triliun, yang terdiri dari 4
(empat) Sukuk Ijarah dengan nilai emisi sebesar Rp1,09 triliun dan 2 (dua)
Sukuk Mudharabah dengan nilai emisi sebesar Rp 600 miliar. Hal ini berarti
jumlah sukuk yang telah memperoleh Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK telah
tumbuh sebesar 28,57% (dibandingkan dengan jumlah sukuk pada akhir 2007 sebesar
21 Sukuk) dan nilai emisi tumbuh sebesar 52,25% (dibandingkan nilai emisi pada
akhir 2007 sebesar Rp 3,23 triliun). Emiten yang telah mendapat Pernyataan
Efektif dari Bapepam-LK untuk menerbitkan sukuk mencapai 27 (dua puluh tujuh)
Emiten dengan total nilai emisi Rp 4,92 trilliun ( 3,37% dari total nilai emisi
obligasi).
Sementara itu, dalam periode yang sama terdapat 6 (enam) Reksa Dana Syariah yang memperoleh Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK. Hal ini berarti Reksa Dana Syariah yang beredar telah tumbuh sebesar 23,08% (dibandingkan dengan 26 Reksa Dana Syariah pada akhir tahun 2007) dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) tumbuh sebesar 41,98% (dibandingkan dengan nilai NAB pada akhir tahun 2007 sebesar Rp 2.203,09 miliar). Secara kumulatif hingga akhir Juli 2008 terdapat 31 Reksa Dana Syariah yang beredar (5,92% dari total Reksa Dana sebesar 514 Reksa Dana) dengan NAB sebesar Rp 3.128,60 miliar (3,28% dari total NAB sebesar Rp 95.369,30 miliar).
Sementara itu, dalam periode yang sama terdapat 6 (enam) Reksa Dana Syariah yang memperoleh Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK. Hal ini berarti Reksa Dana Syariah yang beredar telah tumbuh sebesar 23,08% (dibandingkan dengan 26 Reksa Dana Syariah pada akhir tahun 2007) dan Nilai Aktiva Bersih (NAB) tumbuh sebesar 41,98% (dibandingkan dengan nilai NAB pada akhir tahun 2007 sebesar Rp 2.203,09 miliar). Secara kumulatif hingga akhir Juli 2008 terdapat 31 Reksa Dana Syariah yang beredar (5,92% dari total Reksa Dana sebesar 514 Reksa Dana) dengan NAB sebesar Rp 3.128,60 miliar (3,28% dari total NAB sebesar Rp 95.369,30 miliar).
Perkembangan
produk syariah di pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang
cukup menggembirakan. Namun, pengembangan produk syariah tersebut juga
mengalami beberapa hambatan. Berdasarkan hasil studi tentang investasi syariah
di Indonesia oleh Tim Studi tentang Investasi Syariah di Indonesia-BAPEPAM LK
menunjukkan terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan pasar modal berbasis
syariah di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Tingkat pengetahuan dan
pemahaman tentang pasar modal syariah;
b.
Ketersediaan informasi tentang
pasar modal syariah;
c.
Minat pemodal atas efek
syariah;
d.
Kerangka peraturan tentang
penerbitan efek syariah;
e.
Pola pengawasan (dari sisi
syariah) oleh lembaga terkait;
f.
Pra-proses (persiapan)
penerbitan Efek syariah;
g.
Kelembagaan atau Institusi
yang mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal syariah di Indonesia.
Perkembangan
di lantai Bursa
Perkembangan
transaksi saham syariah di Bursa Efek Jakarta bisa digambarkan bahwa,
berdasarkan lampiran Pengumuman BEJ No. Peng-499/BEJDAG/ U/12-2004 tanggal 28
Desember 2004, bahwa daftar nama saham tercatat yang masuk dalam perhitungan
Jakarta Islamic Index (JII) untuk periode 3 Januari 2005 s.d Juni 2005 adalah
sebagai berikut :
Anggota JII Periode Januari s.d. Juni 2005
Anggota JII Periode Januari s.d. Juni 2005
No
Nama Emiten No Nama Emiten
1.
Astra Agro Lestari
2.
Adhi Karya (persero)
3.
Aneka Tambang (Persero)
4.
Bakrie & Brothers
5.
Barito Pacific Timber
6.
Bumi Resources
7.
Ciputra Development
8.
Energi Mega Persada
9.
Gajah Tunggal
10.
International Nickel Ind
11.
Indofood Sukses Makmur
12.
Indah Kiat Pulp &
Paper
13.
Indocement Tunggal Prakasa
14.
Indosat
15.
Kawasan Industri Jababeka
16.
Kalbe Farma
17.
Limas Stokhomindo
18.
London Sumatera
19.
Medco Energi International
20.
Multipolar
21.
Perusahaan Gas Negara
(Persero)
22.
Tambang Batu Bara Bukit
Asam
23.
Semen Cibinong
24.
Semen Gresik (Persero)
25.
Timah
26.
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia
27.
Telekomunikasi Indonesia
28.
Tempo Scan Pacific
29.
United Tractors
30.
Unilever Indonesia
Adapun
kinerja saham-saham syariah yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII)
dimaksud juga mengalami perkembangan yang cukup baik, hal ini terlihat dari
kenaikan index JII sebesar 37,90% dari 118,952 pada akhir tahun 2003 menjadi
164,029 pada penutupan akhir tahun 2004. Begitu pula nilai kapitalisasi
saham-saham syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat signifikan sebesar
48,42% yaitu dari Rp.177,78 Triliun pada akhir Desember 2003 menjadi Rp.263,86
Triliun pada penutupan akhir Desember 2004.
Syarat-syarat
untuk dapat dikategorikan sebagai JII :
- Usaha emiten bukan perjudian atau perdagangan yang dilarang
- Bukan lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional
- Bukan usaha yang memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan makanan dan minuman yang haram
- Bukan usaha yang memproduksi, mendistribusikan, menyediakan abarang atau jasa yang merusak moral dan mudharat
Saat ini, banyak
Bank yang bersaing dengan menggunakan system syariah, bahkan pergadaian ataupun
leasing hingga asuransi juga sudah ada yang menggunakan system syariah. Entah
program tersebut dicanangkan? Apakah karena tuntutan dengan mengikuti selera
konsumen? Hal ini pun terjadi pada masalah investasi. Sebenarnya banyak cara
untuk melakukan investasi keuangan yang sesuai dengan syariah Islam.
Investasi
tersebut dapat dilakukan pada berbagai kegiatan usaha yang berkaitan aktivitas
menghasilkan suatu produk, asset maupun jasa. Karena itu, salah satu bentuk
investasi yang sesuai dengan syariah Islam adalah membeli Efek Syariah. Efek
Syariah tersebut mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah,
Reksadana Syariah, Kontrak Investasi Kolektiv Efek
Beragun Asset (KIKEBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang
sesuai dengan prinsip syariah.
Investasi
dengan pemilikan Efek Syariah dapat dilakukan di Pasar Modal baik secara
langsung pada saat penawaran perdana, maupun melalui transaksi perdagangan
sekunder dibursa. Pasar Modal menjadi alternatif investasi bagi para investor selain
alternatif investasi lainnya seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi,
tanah dan bangunan, dan sebagainya. Kembali ke arti Pasar Modal yang merupakan
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek tersebut. Pasar Modal bertindak sebagai
penghubung antara para investor
dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah
melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang. Hanya saja selama ini
pasar modal menjadi wadah ekonomi yang paling banyak menjalankan transaksi yang
dilarang seperti bunga (riba), perjudian (gambling/maysir), gharar, penipuan
dan lain-lain.
Upaya
untuk melakukan Islamisasi pada sektor perputaran modal yang sangat vital bagi
perekonomian modern ini semakin gencar. Islamisasi Pasar Modal Dilihat
dari sisi syariah, pasar modal adalah salah satu sarana atau produk muamalah.
Transaksi
didalam pasar modal, menurut prinsip hukum syariah tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah. Diantara yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang mengandung bunga dan riba. Larangan transaksi bunga (riba) sangat jelas, karena itu transaksi dipasar modal yang didalamnya terdapat bunga (riba) tidak diperkenankan oleh Syari’ah. Syari’ah juga melarang transaksi yang didalamnya terdapat spekulasi dan mengandung gharar atau ketidakjelasan yaitu transaksi yang didalamnya dimungkinkan terjadinya penipuan (khida’). Termasuk dalam pengertian ini: melakukan penawaran palsu (najsy); transaksi atas barang yang belum dimiliki (short selling/bai’u maalaisa bimamluk); menjual sesuatu yang belum jelas (bai’ul ma’dum); pembelian untuk penimbunan efek (ihtikar) dan menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang (insider trading). Dengan adanya berbagai ketentuan dan pandangan syariah seperti diatas, maka investasi tidak dapat dilakukan terhadap semua produk pasar modal karena diantara produk pasar modal itu banyak yang bertentangan dengan syari’ah. Oleh karena itu investasi di pasar modal harus dilakukan dengan selektif dan dengan hati-hati (ihtiyat) supaya tidak masuk kepada produk nonhalal. Sehingga hal inilah yang mendorong islamisasi pasar modal.
didalam pasar modal, menurut prinsip hukum syariah tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah. Diantara yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang mengandung bunga dan riba. Larangan transaksi bunga (riba) sangat jelas, karena itu transaksi dipasar modal yang didalamnya terdapat bunga (riba) tidak diperkenankan oleh Syari’ah. Syari’ah juga melarang transaksi yang didalamnya terdapat spekulasi dan mengandung gharar atau ketidakjelasan yaitu transaksi yang didalamnya dimungkinkan terjadinya penipuan (khida’). Termasuk dalam pengertian ini: melakukan penawaran palsu (najsy); transaksi atas barang yang belum dimiliki (short selling/bai’u maalaisa bimamluk); menjual sesuatu yang belum jelas (bai’ul ma’dum); pembelian untuk penimbunan efek (ihtikar) dan menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang (insider trading). Dengan adanya berbagai ketentuan dan pandangan syariah seperti diatas, maka investasi tidak dapat dilakukan terhadap semua produk pasar modal karena diantara produk pasar modal itu banyak yang bertentangan dengan syari’ah. Oleh karena itu investasi di pasar modal harus dilakukan dengan selektif dan dengan hati-hati (ihtiyat) supaya tidak masuk kepada produk nonhalal. Sehingga hal inilah yang mendorong islamisasi pasar modal.
Kendala dan Starategi
Menurut Nurul Huda, Pakar Pasar Modal
Syariah Pascasarjana UI (2006), dalam mengembangkan pasar modal syariah di Indoensia,
ada beberapa kendala yang dihadapi : antara lain :
1. Belum ada ketentuan yang menjadi
legitimisi pasar modal syariah dari Bapepam atau pemerintah, misalnya
Undang-Undang. Perkembangan keberadaan pasar modal syariah saat ini merupakan
gambaran bagaimana legalitas yang diberikan Bapepam dan pemerintah lebih
tergantung dari permintaan pelaku pasar yang menginginkan keberadaan pasar
modal syariah
2. Selama ini pasar modal syariah lebih
populer sebagai sebuah wacana dimana banyak bicara tentang bagaimana pasar yang
disyariahkan. Dimana selama ini praktek pasar modal tidak bisa dipisahkan dari
riba, maysir dan gharar, dan bagaimana memisahkan ketiganya dari pasar modal
3. Sosialisasi instrumen syariah di
pasar modal perlu dukungan dari berbagai pihak. Karena ternyata perkembangan
pasar modal perlu dukungan berbagai pihak. Karena ternyata perkembangan Jakarta
Islamic Index dan reksadana syariah kurang tersosialisasi dengan baik sehingga
perlu dukungan dari berbagai pihak, khususnya praktisi dan akademisi. Praktisi
dapat menjelaskan keberadaan pasar modal secara pragmatis sedangkan akademisi
bisa menjelaskan secara ilmiah
Beradasarkan pada kendala –kendala di
atas maka strategi yang perlu dikembangkan :
1) Keluarnya Undang-Undang Pasar modal
syariah diperlukan untuk mendukung keberadaan pasar modal syariah atau minimal
menyempurnakan UUPM No 8 Tahun 1995, sehingga dengan hal ini diharapkan semakin
mendorong perkembangan pasar modal syariah
2) Perlu keaktifan dari pelaku bisnis
(pengusaha) muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang islami. Hal ini guna
memotivasi meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar
modal yang sesuai dengan syariah
3) Diperlukan rencana jangka pendek dan
jangka panjang oleh Bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen
syariah dalam pasar modal. Sekaligus merencanakan keberadaan pasar modal
syariah di tanah air.
0 komentar:
Posting Komentar